Shalat merupakan salah satu rukun Islam
yang terpenting setelah dua kalimat syahadat. Shalat juga mengandung
Rububiyah Allah dan ketundukan kepada-Nya. Demikian pula
perbuatan-perbuatan dalam shalat, seperti berdiri, ruku’ dan sujud,
keseluruhannya menunjukkan kepatuhan seorang hamba kepada pencipta-Nya
sekaligus merupakan latihan jiwa dan penundukan diri dari kesombongan
dan sifat egois, untuk selanjutnya siap menerima dan melaksanakan
perintah-perintah Ilahiyah.
Shalat adalah salah satu ibadah yang diwajibkan kepada setiap individu muslim yang telah baligh dan berakal. Allah berfirman:
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلاَةَ وَآتُواْ ٱلزَّكَاةَ وَٱرْكَعُواْ مَعَ ٱلرَّاكِعِينَ﴿٤٣﴾
“Dan dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al Baqarah: 43)
Dalil dari Al Qur’an dan Sunnah yang
mengandung perintah mendirikan shalat cukup banyak, bahkan shalat
terkadang disebut sebagai ciri atau tanda orang-orang yang beriman.
Sebagaimana firman Allah:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ
ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ
عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ﴿٢﴾ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ
يُنفِقُونَ﴿٣﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu)
orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al Anfal: 2-3)
Terkadang juga disebut sebagai tanda orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah:
ذٰلِكَ ٱلْكِتَابُ لاَ رَيْبَ
فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ﴿٢﴾ ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ
وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلاةَ وَممَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ﴿٣﴾
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka
yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah: 2-3)
Nash-nash tersebut sebenarnya sudah
cukup untuk menjadi bahan renungan dan peringatan bagi kaum muslimin,
agar senantiasa menjaga shalat, dan tidak melalaikannya.
Akan tetapi, bila kita mengamati keadaan
umat Islam di zaman ini, sungguh sangat memprihatinkan. Mengapa tidak?
Begitu banyak umat Islam yang masih melalaikan bahkan dengan sengaja
meninggalkan shalat, seolah-olah shalat itu tidak dibebankan atas
mereka. Apakah mereka belum pernah mendengar dialog antara penghuni
surga dan penghuni neraka, sebagimana yang disebutkan oleh Allah dalam
Al Qur’an:
مَا سَلَكَكُمْ فِى سَقَرَ﴿٤٢﴾ قَالُواْ لَمْ نَكُ مِنَ ٱلْمُصَلِّينَ﴿٤٣﴾
“Apakah yang memasukkan kamu ke
dalam Saqar (neraka) ? Mereka menjawab, “kami dahulu tidak termasuk
orang-orang yang mengerjakan shalat.” (QS. Al Mudatstsir: 42-43)
Apakah mereka buta, sehingga tidak dapat membaca firman Allah:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ ٱلَّذِينَ هُمْ عَن صَلاَتِهِمْ سَاهُونَ﴿٥﴾
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu), orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un: 4-5)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu
dalam menafsirkan ayat tersebut mengatakan bahwa mereka, apabila shalat
tidak mengharapkan balasan, dan jika mereka meninggalkannya mereka tidak
takut akan akibatnya. Beliau juga berkata, mereka adalah orang-orang
yang mengakhirkan waktu shalatnya.
Allah telah menyebutkan kecelakaan dan
kesesatan bagi orang yang shalat karena mereka melalaikannya, lalu
bagiamana pula kedudukan mereka yang meninggalkan dengan sengaja atau
mengingkari kewajiban shalat? Apakah mereka masih layak disebut sebagai
muslim?
Dalam hal ini Ulama berbeda pendapat,
namun mereka sepakat bahwa barangsiapa yang mengingkari kewajiban shalat
adalah kufur, meskipun ia melaksanakannya. Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Orang-orang
yang meninggalkan shalat adalah kafir, kekafirannya yang menyebabkan
keluar dari agama Islam, diancam hukuman mati jika tidak bertaubat dan
mengerjakan shalat.” Sementara Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i rahimahumullah
mengatakan, orang yang meninggalkan shalat adalah fasiq dan tidak
Kafir. Namun ancaman hukumnya menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i adalah
diancam hukuman mati sebagai had.
Walaupun terdapat khilaf
(perbedaan pendapat ) di kalangan para Ulama terhadap kafir tidaknya
orang yang meninggalkan shalat, maka yang wajib adalah hendaknya
dikembalikan kepada Allah dan Sunnah Rasulullah, karena Allah berfirman:
وَمَا ٱخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى ٱللَّهِ… ﴿١٠﴾
“Tentang sesuatu apapun kalian berselisih maka putusannya tersebut kepada Allah.” (QS. Asy Syura’: 10)
Dalam firman-Nya yang lain:
…فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِى
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلآخِرِ…﴿٥٩﴾
“…kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan
RasulNya (As Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian…” (QS. An Nisa: 59)
Kalau kita kembalikan masalah kepada Al
Qur’an dan As Sunnah maka keduanya menunjukan bahwa orang yang
meninggalkan shalat adalah kafir yang menyebabkan seseorang keluar dari
agama Islam. Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:
Dalil Al Quran
Firman Allah:
فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَآتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِى ٱلدِّينِ…﴿١١﴾
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kamu seagama.” (QS. At Taubah: 11)
Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
menjelaskan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah Allah telah
menetapkan persaudaraan antara kita dengan orang-orang musyrik dengan
tiga persyaratan, yaitu:
- Hendaknya mereka bertaubat dari syirik
- Hendaknya mereka mendirikan shalat.
- Hendaknya mereka menunaikan zakat.
Jika mereka tidak bertaubat dari syirik,
dan tidak mendirikan shalat dan tidak pula menunaikan zakat, maka
mereka bukanlah seagama dengan kita.
Dalil-dalil As Sunnah
- Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إن بين الرجلِ وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
“Sesungguhnya pemisah antara seorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR.Muslim)
- Hadits yang diriwayatkan dari Buraidah bin Al Husaib dia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
العهد الذي بيننا وبينهم الصلاةُ فمن تركها فقد كفر
“Pemisah antara kami dan mereka
(orang-orang kafir) adalah shalat, barang siapa yang meninggalkannya
maka sungguh ia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasa’i
dan Ibnu Majah)
- Hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Akan ada pemimpin-pemimpin, kalian
mengenali mereka namun kalian mengingkari perbuatan mereka. Barangsiapa
mengetahui (kemungkarannya) maka dia telah terbebas (dari kemungkarannya
tersebut), dan barangsiapa yang mengingkari maka dia telah selamat
(dari kemungkarannya), namun barang siapa yang ridha dan mengikuti
(tidak akan bebas dan tidak akan selamat).”Sahabat bertanya: “Bolehkah
kami memeranginya? jawab beliau: “Tidak, selama mereka mengerjakan
shalat.” (HR. Al Bukhari)
Hadits ini menunjukan bolehnya memerangi
para pemimpin jika mereka tidak mendirikan shalat. Dan dalam hadits
yang lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat ‘Ubadah
bin Shamit dijelaskan bahwa dilarang memerangi pemimpin hingga nampak
darinya kekufuran yang nyata. Dari kedua hadits ini bisa disimpulkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan salah satu bentuk kekufuran yang nyata adalah meninggalkan shalat. Wallahu’alam.
Berdasarkan dalil-dalil di atas maka
telah jelas bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, keluar
dari Islam. Maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran -wallahu a’lam- adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang juga merupakan salah satu pendapat Imam Syafi’i rahimahullah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Demikian pula pendapat para sahabat Rasulullah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Syaqiq rahimahullah:
“Para sahabat Nabi berpendapat bahwa tidak ada satu pun amalan yang
bila ditinggalkan menyebabkan kafir, selain shalat”. Disebutkan oleh
Ibnu Hazm rahimahullah bahwa pendapat tersebut dianut oleh Umar
bin Khattab, Abdurrahman bin ‘Auf, Muadz bin Jabal, Abu Hurairah dan
sahabat lainnya”. Beliau berkata: “Dan sepengetahuan kami tidak ada
seorang pun diantara sahabat yang menyalahi pendapat mereka”.
Keterangan Ibnu Hazm ini telah dinukil
oleh Al Mundziry dalam kitab At Targhib wat Tarhib dan ditambahkan dari
para sahabat seperti Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin ‘Abbas, Jabir bin
Abdullah, Abu Darda. Kemudian beliau (Ibnu Hazm) melanjutkan: “Dan
diantara para ulama yang bukan dari sahabat: Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin
Rahawaih, Abdullah bin Mubarak, Al Hakam bin Utaibah, Ayyub As
Sikthiyani, Abu Daud Ath Thayalisi, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Zuhair bin
Harb dan yang lainnya”.
Sebagai muslim yang benat-benar beriman,
hendaknya senantiasa menjaga shalat dengan baik dan hendaknya takut
akan ancaman Allah. Jangan sampai pengakuan kita sebagai muslim hanyalah
bertepuk sebelah tangan. Seperti yang dikatakan penyair:
كل يدعي وصلا بليلى وليلى لا تقرلهم بذاك
“Setiap orang mengaku punya hubungan dengan Laila, akan tetapi Laila tidak pernah mengakuinya.”
Semua orang mengaku berimana kepada
Allah, berIslam dengan benar. Tetapi apakah Allah mengakui keimanan
mereka? Sementara mereka lalai melaksanakan perintahnya, yaitu shalat
lima waktu. Bahkan tidak jarang diantara kaum muslimin ada yang
bertetangga dengan mesjid dan mendengarkan adzan yang dikumandangkan
lima kali sehari semalam. Namun hatinya tidak tersentuh untuk memenuhi
panggilan Allah tersebut. Lalu kemudian mereka mengaku sebagai Muslim
yang taat. Apakah mungkin pengakuannya tersebut dapat diterima?
Sebagai muslim yang benar-benara takut
akan ancaman Allah maka selayaknya menerima dan melaksanakan segala
perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya, sebagai bukti bentuk
ketundukan kita kepada-Nya.
Semoga ini dapat menggugah hati kaum
muslimin, khusunya mereka yang masih melalaikan shalat dan menjadikan
cambuk dan motivasi agar kemudian mereka senantiasa menjaga shalat
dengan baik.