English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Jumat, 08 Juni 2012

Dalam Kesendirian Tetap Berdakwah

Dalam Kesendirian Tetap BerdakwahOleh Ust. Abu Sufyan, Lc.
Sebuah kenikmatan yang sangat besar ketika hati ini di perkenankan untuk ambil bagian dalam dakwah Islam, sebuah amanah yang pernah di kerjakan oleh orang yang paling mulia dan sangat di cintai Allah subhanahu wa ta’ala, Yaitu Nabi agung Muhammad sallallah alihi wa sallam, juga penerus jejak dakwah beliau karena sentuhan dakwah yang beliau sampaikan sehingga mengakar begitu kuat kepada setiap orang yang beliau jumpai.
Begitupula para penerus generasi dakwah dari masa kemasa akan terus memperjuangkan dakwah islam, mereka menghabiskan berjam jam untuk menelaah buku buku, menembus rimba hutan belantara, menapaki beribu kilo meter dengan riang gembira, sampai  terkadang nyawa  adalah sebuah taruhan demi dakwah islam, begitulah ketika hati  di hiasi dengan gelora dakwah islam, kita pernah mendengar banyak ulama dalam kesendirian mereka walau di kurung dalam  jeruji besi karena sifat dengki penguasa yang dzolim, terkunci rapat dalam ruangan yang sempit, di jaga super ketat tidak akan pernah melunakkan dakwah, karena sifat dakwah adalah menembus semua pembatas, orang orang tersebut  hannya ingin dakwah itu masuk pada setiap lubuk hati manusia, sehingga mereka bisa merasakan lezatnya bermanhaj salaf soleh.
Suatu kali Ibnu Qoyyim al-jauziyyah mendengar gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata “ orang yang terpenjara sebenarnya adalah orang yang hatinya terpenjara dari rabbnya, orang yang tertawan sebenarnya  adalah orang yang tertawan oleh hawa nafsunya“.
Bagaimana jadinya kalau jiwa-jiwa yang sendiri itu berkumpul untuk merapat dalam satu barisan, tersusun rapi dalam bingkai ukhuwah kerinduan, sama-sama berdiri memegang dakwah dengan keahlian masing masing tanpa harus mendorong atau memaksa beralih dari keahliaannya, suatu tekad untuk mengusung dakwah yang pernah di bawa oleh Nabi sallallah alaihi wa sallam, sebagai seorang murobbi yang melahirkan generasi terbaik, seorang pemimpin yang bisa memberikan ruang berkarya bagi orang yang di bawah kepemimpinan beliau, kita rindu dakwah itu berjalan sesuai bakat yang dimiliki oleh siapa saja, selama tidak melanggar batas batas syar’I, sebagaimana sahabat sahabat Nabi dengan keahlian yang berbebeda beda dengna posisi jabatan yang berbeda beda tapi hati mereka satu. Yaitu bermanhaj akidah yang benar sesuai apa yang di yakini oleh Nabi, beribadah tidak keluar dari apa yang beliau ajarkan, berakhlak sebagaimana akhalak beliau. Itulah inti dari sebuah dakwah yang ingin di sebarkan.
Dakwah itu memerlukan energi yang cukup agar dapat menerangi dan membimbing, merajut yang masih terurai dan merapikan yang belum rapi , agar terlihat indah, karena sifat dakwah itu mempesona dan indah, dengan cara yang sesuai sebagaiman disebutkan dalam Sohih bukhori “  berbicaralah terhadap orang orang apa yang bisa di mengerti oleh mereka “  lalu Sahabat Ali Rodlia Allah anhu berkata “ berbicaralah terhadap orang apa yang bisa di mengerti, apakah kamu suka Allah dan rosulnya di dustakan “  di sebutkan dalam Adab Syar’iyyah  Robi berkata “ saya mendengar Imam Syafi’I berkata “ seandainya Muhammad bin Hasan berbicara sesuai dengan kemampuan akalnya, pasti kita tidak bisa memahaminya, tapi dia berbicara dengan kita sesuai dengan kemampuan akal kita, sehingga kita bisa mengerti. Kalau kita melihat karya ulama seperti hal Imam Nawawi – Rohimallah – beliau menulis buku seperti kitab Al-Majmu, kitab Fikih bermadzhab Syafi’I sebagai sumber rujukan dengan kekuatan ilmiyyah yang mendalam, itu diperuntukkan  khusus bagi para ulama, tapi dalam lain kesempatan beliau juga menulis kitab Riadussolihin, dengan bahasa yang sederhana dan semua sepakat tentang itu, karena beliau mengerti apa yang di butuhkan oleh orang, beliau berbicara dengan apa yang bisa di mengerti.

0 komentar:

Posting Komentar