Sebuah kenikmatan yang sangat besar
ketika hati ini di perkenankan untuk ambil bagian dalam dakwah Islam,
sebuah amanah yang pernah di kerjakan oleh orang yang paling mulia dan
sangat di cintai Allah subhanahu wa ta’ala, Yaitu Nabi agung Muhammad
sallallah alihi wa sallam, juga penerus jejak dakwah beliau karena
sentuhan dakwah yang beliau sampaikan sehingga mengakar begitu kuat
kepada setiap orang yang beliau jumpai.
Begitupula para penerus generasi dakwah
dari masa kemasa akan terus memperjuangkan dakwah islam, mereka
menghabiskan berjam jam untuk menelaah buku buku, menembus rimba hutan
belantara, menapaki beribu kilo meter dengan riang gembira, sampai
terkadang nyawa adalah sebuah taruhan demi dakwah islam, begitulah
ketika hati di hiasi dengan gelora dakwah islam, kita pernah mendengar
banyak ulama dalam kesendirian mereka walau di kurung dalam jeruji besi
karena sifat dengki penguasa yang dzolim, terkunci rapat dalam ruangan
yang sempit, di jaga super ketat tidak akan pernah melunakkan dakwah,
karena sifat dakwah adalah menembus semua pembatas, orang orang
tersebut hannya ingin dakwah itu masuk pada setiap lubuk hati manusia,
sehingga mereka bisa merasakan lezatnya bermanhaj salaf soleh.
Suatu kali Ibnu Qoyyim al-jauziyyah
mendengar gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata “ orang yang
terpenjara sebenarnya adalah orang yang hatinya terpenjara dari rabbnya,
orang yang tertawan sebenarnya adalah orang yang tertawan oleh hawa
nafsunya“.
Bagaimana jadinya kalau jiwa-jiwa yang
sendiri itu berkumpul untuk merapat dalam satu barisan, tersusun rapi
dalam bingkai ukhuwah kerinduan, sama-sama berdiri memegang dakwah
dengan keahlian masing masing tanpa harus mendorong atau memaksa beralih
dari keahliaannya, suatu tekad untuk mengusung dakwah yang pernah di
bawa oleh Nabi sallallah alaihi wa sallam, sebagai seorang murobbi yang
melahirkan generasi terbaik, seorang pemimpin yang bisa memberikan ruang
berkarya bagi orang yang di bawah kepemimpinan beliau, kita rindu
dakwah itu berjalan sesuai bakat yang dimiliki oleh siapa saja, selama
tidak melanggar batas batas syar’I, sebagaimana sahabat sahabat Nabi
dengan keahlian yang berbebeda beda dengna posisi jabatan yang berbeda
beda tapi hati mereka satu. Yaitu bermanhaj akidah yang benar sesuai apa
yang di yakini oleh Nabi, beribadah tidak keluar dari apa yang beliau
ajarkan, berakhlak sebagaimana akhalak beliau. Itulah inti dari sebuah
dakwah yang ingin di sebarkan.
Dakwah itu memerlukan energi yang cukup
agar dapat menerangi dan membimbing, merajut yang masih terurai dan
merapikan yang belum rapi , agar terlihat indah, karena sifat dakwah itu
mempesona dan indah, dengan cara yang sesuai sebagaiman disebutkan
dalam Sohih bukhori “ berbicaralah terhadap orang orang apa yang bisa
di mengerti oleh mereka “ lalu Sahabat Ali Rodlia Allah anhu berkata “
berbicaralah terhadap orang apa yang bisa di mengerti, apakah kamu suka
Allah dan rosulnya di dustakan “ di sebutkan dalam Adab Syar’iyyah
Robi berkata “ saya mendengar Imam Syafi’I berkata “ seandainya Muhammad
bin Hasan berbicara sesuai dengan kemampuan akalnya, pasti kita tidak
bisa memahaminya, tapi dia berbicara dengan kita sesuai dengan kemampuan
akal kita, sehingga kita bisa mengerti. Kalau kita melihat karya ulama
seperti hal Imam Nawawi – Rohimallah – beliau menulis buku seperti kitab
Al-Majmu, kitab Fikih bermadzhab Syafi’I sebagai sumber rujukan dengan
kekuatan ilmiyyah yang mendalam, itu diperuntukkan khusus bagi para
ulama, tapi dalam lain kesempatan beliau juga menulis kitab
Riadussolihin, dengan bahasa yang sederhana dan semua sepakat tentang
itu, karena beliau mengerti apa yang di butuhkan oleh orang, beliau
berbicara dengan apa yang bisa di mengerti.
0 komentar:
Posting Komentar